Semarang, Infodesanews.com – Bagi para pengendara kendaraan bermotor yang ditilang pihak kepolisian saat ada rajia hanya karena telat bayar pajak STNK (surat tanda nomor kendaraan), tampaknya bisa bernafas lega, pasalnya bantuan hukum bakal diberikan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Semarang secara gratis. Bahkan masyarakat juga diminta mengadu ke Peradi apabila mengalami penindakan hukum yang keliru.
“Kalau ada masyarakat ditilang polisi karena telat bayar pajak, silahkan bawa bukti ke Peradi, nanti akan kami gugat polisi, berupa gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan,”kata Ketua Peradi Semarang, Theodorus Yosep Parera menanggapi peryataan Kasatlantas Polrestabes Semarang di media masa, Rabu (12/12/2017).
Pihaknya juga meminta masyarakat yang berkendara jangan bersedia tanda tangan apabila ditilang karena telat bayar pajak STNK. Kecuali apabila pihak kepolisian yang menilang bersedia menulis keterangan dalam slip tilangnya, menyebutkan ditilang karena belum bayar pajak.
Terkait masalah penilangan karena telat pajak tersebut, Yosep mengaku organisasinya telah berkirim surat ke Kapolrestabes Semarang, dengan nomorP77/DPC.PERADISMG/XII/2017, untuk melakukan audiensi. Ia mengatakan apabila surat audiensi tersebut tidak ditanggapi dalam waktu dua minggu, maka, pihaknya akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
“Gugatan itu merupakan representasi keluhan masyarakat yang selama ini terjadi. Kami, Peradi hadir supaya kedudukan masyarakat dapat setara dengan negara,”tandasnya.
Pihaknya merasa perlu berdiskusi dengan pihak kepolisian mengenai penegakkan hukum tilang yang diduga tidak sesuai dengan Pasal 288 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Menurutnya, pandangan Kasatlantas Polrestabes Semarang AKBP Yuswanto Ardi yang menerapkan Pasal 70 dalam UU Lalu lintas tidak tepat. Ia menyatakan, pandangan tersebut jelas keliru dan salah mengartikan, karena dianggap tidak membayar pajak STNK sama dengan tidak membawa STNK.
“Oleh karena itu, kami ingin mengajak pihak kepolisian untuk berdiskusi lebih jauh mengenai hal itu. Supaya tidak keliru lagi nanti pada saatnya,” ungkapnya.
Sama halnya dengan pandangan pakar hukum pidana, Bernard L. Tanya yang menyatakan, asas hukum yang patut dipandang ialah, Expressio unius, exclusio alterius. Maksudnya adalah, sebuah hal yang spesifik, jangan diartikan secara melebar.
Bernard mengatakan, kepolisian tidak bisa mengimplementasikan Pasal 70 pada STNK yang telat pajaknya. Ia mengatakan, di dalam Pasal 288 sudah mengungkap jelas bahwa pasal tersebut mengacu pada pasal 106. Dia mencontohkan, ruang toilet khusus perempuan tidak bisa diartikan juga dapat digunakan oleh orang lain selain perempuan.
“Asas itu yang harus kita pegang. Kalau melenceng, pemahamannya akan keliru,” sebutnya.
Nominator hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menilai, STNK kendaraan bermotor berbeda dengan pajak kepada negara. Bernard mengatakan, STNK berdiri terpisah dan validasinya selama lima tahun. Sehingga, berbeda antara STNK dan pajak kendaraan bermotor.
“Jadi apabila telat bayar pajak, bukan dipidana melainkan sanksi administrasi sesuai ketentuan pajak,”ungkapnya.
Sebelumnya, Humas PN Semarang Semarang M. Sainal menyebutkan, apabila memiliki STNK bermotor yang mati pajaknya, kemudian saat ada razia aparat kepolisian langsung ditilang dipastikan masih bisa menempuh upaya keberatan sebelum proses sidang diputus di pengadilan.
“Mekanisme ajukan keberatan bisa langsung di ajukan sebelum sidang dimulai. Kalau ndak ajukan keberatan pengadilan ndak tahu, bisa disampaikan sebelum majelis hakim mengetuk palu sidang,”kata M. Sainal .
Nantinya, lanjut Sainal, majelis hakim bisa bertanya apakah keberatan berdasar atau tidak, sehingga semua bisa dipertimbangkan.
“Jadi hakim tahu alasan keberatan mengapa, kemudian orang yang ditilang bisa membuktikan, yang jelas tidak tertutup ruang ajukan keberatan di pengadilan,” tandasnya.