SULSEL, INFODESANEWS – Di event paduan suara Natal yang ke empat tahun 2024, umat muslim menyanyikan lagu kasidah paduan suara Festival Natal yang diselenggarakan di Art Centre Alun-Alun Rantepao Toraja Utara, Senin 9 Desember 2024 kemarin.
Dan jika ingin belajar toleransi, maka tengoklah Toraja. Walau kabupaten ini belum pernah dinobatkan sebagai daerah toleran, namun Toraja (Tana Toraja dan Toraja Utara) ternyata paling menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama.
Hal ini diungkapkan Sekretaris Daerah Toraja Utara (Torut) Sulawesi Selatan (Sulsel), Salvius Padang saat membuka festival paduan suara.
Salvius menekankan bahwa, kegiatan tersebut tentunya kita akan membina persaudaraan, kebersamaan antar umat manusia di dua kabupaten ini.
Lanjutnya, event ini adalah bagian dari bukti bahwa, menyambut Natal adalah bagian untuk melaksanakan sebuah perdamaian bersama.
Dekadar diketahui bahwa, Tana Toraja dan Toraja Utara 80 persen lebih penduduknya beragama Protestan dan katolik. Kendati demikian, masyarakat di sana tetap rukun dan hidup berdampingan dengan agama lain.
Sepanjang sejarah berdirinya kedua kabupaten tersebut bahwa, tak pernah terjadi konflik agama di Toraja. Masyarakat di sana juga menentang keras jika ada oknum yang menghembuskan soal isu-isu ras atau agama.
Warisan itu masih terlihat pada festival paduan suara di Rantepao, Toraja Utara, mulqi kemarin, Senin 9 Desember 2024.
Festival untuk memperingati dan menyongsong Natal 25 Desember 2024 dibuka dengan persembahan lagu kasidah. Seni suara yang bernafaskan Islam berisi nasehat dan dakwah.
Mereka yang melantunkan lagu kasidah adalah penyuluh agama yang bertugas di Toraja.
Salah satu penyanyi Qasidah, Vivhy mengaku mereka harus latihan lima bulan untuk tampil di festival natal tersebut.
“Lima bulan latihan, tampil lima menit. Tapi kami sangat senang bisa berpartisipasi pada festival natal yang digelar Pemda ke empat kalinya,” sebutnya.
Sebelumnya, untuk seleksi Tilawatil Quran dan Hadits (STQH) pada tahun 2019 juga digelar di Toraja.
“Bahkan pagelarannya dilakukan di aula gereja. Hal yang tidak pernah terjadi di daerah lain. Saya bahkan haru dan bergetar kala itu. Subhanaallah,” ucapnya.
Sekadar diketahui bahwa, di Toraja juga ada tradisi untuk mempererat toleransi antar etnis dan umat beragama, yang namanya Tallu Batu Lalikan.
Tradisi “Tallu Batu Lalikan” dalam bahasa Toraja dimaknai sebagai saling menopang dan mendukung. Untuk menjadikan masyarakat Toraja tidak mudah terpecah-belah.
Memang, persatuan dan kesatuan antar umat beragama dan antar etnis serta golongan di Toraja sangat kokoh dan tidak mudah digoyahkan. Meski ada upaya mengobok-obok semangat toleransi dari luar daerah.
Saat umat Kristiani merayakan Natal dan Paskah, misalnya, umat lain datang menawarkan peran-peran apa saja yang bisa mereka lakukan. Sebagai bentuk partisipasi dan penghormatan. Tanpa mereka harus diundang terlebih dahulu.
Demikian sebaliknya, saat umat agama lain seperti Muslim merayakan acara keagamaan seperti Idul Fitri, Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi, penganut agama lain juga datang menawarkan bantuan.** Benny/Yustus