Bogor, Infodesanews – Ir. Soekarno Presiden pertama RI melontarkan sebuah pepatah yang luar biasa. Kata-kata Bijak Sekarno pantas menjadi dasar pelestarian dan penggalian sejarah dan budaya budaya warisan sejarah leluhur Bangsa Indonesia.
“Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah” atau lebih di kenal dengan akronim JASMERAH, pepatah ini bisa dijadikan pijakan kita untuk lebih dalam mengenal sejarah termasuk budaya yang mendampingi perjalanan sejarah bangsa kita.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak jaman kekuasaan raja-raja nusantara, zaman penjajahan yang berpindah-pindah tangan kemuadian pada masa transisi pemerintahan sampai era modern sekarang, sudah banyak peninggalan sejarah dan budaya yang mulai terlupakan terkikis oleh perkembangan jaman.
Kabupaten Bogor memiliki banyak peninggalan sejarah yang berupa bangunan dan makam-makam leluhur yang bisa di jadikan cagar budaya. Saat ini menurut keterangan dari Dinas Budaya dan Parawisata Kabupaten Bogor, Kabupaten Bogor memiliki 70 cagar budaya yang berupa bangunan tapi baru 40 yang baru didata.
Salah satu bangunan cagar budaya yang sudah didata tapi belum dapat dilakukan pembenahan fisik karena status cagar budaya baru terdaftar dan status lahan yang masih milik pribadi membuat pemeliharaan tidak bisa dilakukan dengan maksimal. Situs yang terletak di Desa Cilebut Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor di kenal dengan nama Situs Lonceng Belanda.
Kondisi situs lonceng Belanda yang sangat memperhatikan saat ini terancam roboh karena bentuk bangunan yang tidak terawat dengan baik.
Status tanah tempat situs berada merupakan milik perorangan hal ini membuat kondisi situs semakin memprihatinkan. Saat ini Situs Lonceng Belanda sudah berada dalam kungkungan tembok proyek yang akan di bangun menjadi perumahan oleh pihak pengembang.
Pihak Dinas Parawisata dan Budaya Kabupaten Bogor terlihat kaget saat mendengar informasi bahwa Situs Lonceng Belanda berada dalam tembok pemagaran pengembang perumahan.
Sekretaris Disbudpar Kab. Bogor, Bambang Padmanegara ssegera memanggil jajarannya begitu mendengar informasi tentang keadaan situs yang baru.
Bambang Padmanegara adalah Sek. Disbudpar yang baru menggantikan Wawan Darmawan. Bambang mengaku belum banyak mengetahui permasalahan cagar budaya karena baru di pindahkan tetapi akan segera menindak lanjuti permasalahan ini.
Indi Richdian SE. Kasie Cagar Budaya dan Sejarah Kabupaten Bogor segera mengambil langkah dengan jajarannya melakukan peninjauan ke lokasi.
“Kami belum dapat kabar terbaru mengenai kondisi Situs Lonceng Belanda saat ini, Jupel Kami belum memberikan laporan kepada kami,” Bambang mengeluhkan telatnya Informasi yang diterima.
Menurut Indi Richidian baru saat ini Dinas Budaya dan Parawisata Kabupaten Bogor memiliki bidang khusus yaitu cagar budaya dan Sejarah. Bidang ini lah nanti yang akan menangani secara khusus permasalahan peninggalan-peninggalan Sejarah dan cagar budaya.
“Kami sudah mempersiapkan rencana-rencana untuk cagar budaya di tahun 2018 ini,” tambah Indi
Obay Sobari, menjelaskan bahwa Situs Lonceng Belanda selama ini di urus oleh Jupel di bawah koordinasi Disbudpar Kab. Bogor.
“Situs Lonceng Belanda sampai saat ini statusny a masih terdaftar belum ditetapkan menjadi cagar budaya karena harus melalui proses pengkajian karena memerlukan biaya yang sangat tinggi dan harus mendatangkan para ahli dari provinsi untuk melakukan pengkajian,” jelas Obay.
“Sementara kami tidak memiliki anggaran sebesar itu, untuk tahun 2018 kami mengajukan 5 CB untuk di kaji,”tambah Obay.
Menurut UU no 11 pasal 5 tahun 2010 bahwa Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
- berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
- mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
- memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
- memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Tehnik pengkajian Cagar Budaya setelah dilaksanakan pendaftaran diatur dalam UU no 11 Tahun 2010 Pasal 31 yang berbunyi :
(1) Hasil pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.
(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
(3) Tim Ahli Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan: a. Keputusan Menteri untuk tingkat nasional; b. Keputusan Gubernur untuk tingkat provinsi; dan c. Keputusan Bupati/Wali Kota untuk tingkat kabupaten/kota.
(4) Dalam melakukan kajian, Tim Ahli Cagar Budaya dapat dibantu oleh unit pelaksana teknis atau satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Cagar Budaya.
(5) Selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya.
Susunan Tim Ahli cagar Budaya dan Klasifikasi nya diatur dalam pasal 31 ayat 3.
Sebuah cagar budaya yang sudah didaftarkan harus segera di kaji oleh tim pengkajian cagar Budaya selang 30 hari setelah keputusan pengkajian disampaikan kepada Bupati atau Walikota maka harus segera di keluarkan penetapannya oleh Bupati/Walikota tersebut.
Setelah peninjauan lokasi Situs Lonceng Belanda yang sangat memprihatinkan. Indi menugaskan kepada jajarannya untuk segera menemui pihak pengembang dan dinas lingkungan hidup supaya proses ini di hentikan dulu agar bisa dicapai kata sepakat untuk Cagar Budaya Situs Lonceng Belanda,
Menurut Kosasih Juru Pemelihara Situs Lonceng Belanda, situs yang berupa tugu ini sudah ada sejak dia masih duduk di sekolah dasar sekitar tahun 1950-an.
“Waktu saya di SD, sepulang sekolah kami sering duduk-duduk atau bermain di sini, sejak jaman saya kecil kondiisi bangunan ini sudah seperti sekarang ini, hanya saja masih ada bangunan tua yang lainnya seperti bangunan tembok pagar dan gerbang yang ada patung macannya, sekarang patumg macannya sudah tidak tahu kemana, terakhir di jual oleh kepala desa waktu itu tapi entah di jual kemana. Dulu juga ada loncengnya tapi diamankan oleh seorang alim ulama dulu.” Kata Kosasih.
Kosasih menjadi Jupel situs menggantikan ayahnya, Kosim yang sudah terlalu tua dan tidak sanggup lagi memelihara situs mengatakan ayahnya tahu lebih banyak tentang situs ini.
Dr. Heriyanti O. Untoro MA. Seorang Dosen Jurusan Arkeolog UI segera merespon permasalahan situs ini dengan langsung mengkonfirmasinya kepada pihak BPCB Serang untuk selanjutnya di telusuri kepada Dinas Budaya dan Parawisata Kab, Bogor.
Prof. Dr Endang Sumiarni Guru Besar Fakultas Hukum UGM Yogyakarta mengatakan “ Setiap orang wajib melakukan pelestarian, Terutama yang memiliki atau menguasai. Jika membiarkan rusak maka diinterprestasikan pengrusakan dan diancam dengan ketentuan pidana pasal pengrusakan, tetapi Jika pejabat karena jabatannya tidak melakukan pelestarian dan jika itu terbukti maka akan dikenakan pasal 114 UU N0 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya”.
“Apabila tanah tempat Cagar Budaya itu milik Pribadi maka pemilik tanah wajib melestarikan cagar budaya tersebut meskipun belum di tetapkan, jioka ada dugaan sebagai Cagar Budaya hukumnya sama dengan jika sudah ditetapkan, bahkan jika tidak masuk kriteria seperti yang di tuangkan dalam pasal 5-10 dapat menggunakan aturan pada pasal 11,” tuntas Prof. Endang. (SH)