JAKARTA, INFODESANEWS – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo bersama Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) akan menyelenggarakan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang dirangkai dengan kegiatan Rapat Kerja Nasional PERMAHI, pada 2-6 Maret 2023 di Wisma Kopo DPR RI, Kabupaten Bogor.
Salah satunya untuk melakukan kajian mendalam terhadap berbagai perkembangan hukum nasional. Khususnya dalam menghadapi perkembangan hukum di era digital yang semakin pesat.
Sebagai perhimpunan mahasiswa yang mempelajari pendidikan ilmu hukum, PERMAHI punya peran besar untuk melakukan berbagai kajian untuk menguatkan hukum Indonesia. Termasuk mengkaji apakah konstitusi perlu diamandemen untuk mengantisipasi kemajuan era digital yang semakin pesat seperti ditandai kemajuan kripto dan perdagangan digital. Sekaligus mewaspadai maraknya pencurian data pribadi yang dilakukan berbagai pihak tidak bertanggungjawab.
“Sehingga bisa semakin mewujudkan konstitusi yang ‘hidup’ (living constitution), dan konstitusi yang ‘bekerja’ (working constitution). Konstitusi yang hidup adalah yang mampu menjawab segala tantangan dan dinamika zaman dan Konstitusi yang ‘bekerja’ adalah yang benar-benar dijadikan rujukan, dilaksanakan, dan memberi kemanfaatan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” ujar Bamsoet usai menerima pengurus PERMAHI, di Jakarta, Rabu (22/2/23).
Pengurus PERMAHI yang hadir antara lain, Ketua Umum Fahmi Namakule, Sekjen Fajar Budiman, Bendahara Umum Dirar, Wasekjen Almus, Ketua LKKPH Danis, Ketua Pendidikan dan Pelatihan Khefin, Ketua Media Publikasi M. Ahsanu Taqwim.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dalam praktik kehidupan demokrasi banyak negara dunia, amandemen konstitusi bukanlah hal yang tabu.
Melainkan menjadi praktik kenegaraan yang sangat lazim dilakukan. Misalnya di Perancis, amandemen konstitusi telah dilakukan sebanyak 24 kali, di India sebanyak 105 kali, di Thailand 20 kali dan di Korea 9 kali. Sementara di Indonesia, sudah 4 kali melakukan amandemen konstitusi. Bahkan di Amerika, yang telah sekian lama menjadi rujukan global dalam implementasi sistem demokrasi, amandemen konstitusi telah diajukan secara resmi oleh Kongres sebanyak 33 kali, dan 27 di antaranya telah diratifikasi oleh negara-negara bagian.
Untuk mengantisipasi kemajuan digital, khususnya dalam program pembangunan bangsa, MPR RI sudah menggagas Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai road map yang menjamin keberlangsungan pembangunan bangsa dari satu periode pemerintahan ke periode penggantinya. Sehingga menjadi payung hukum pelaksanaan pembangunan berkesinambungan dalam menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas 2045.
“Paling ideal, kehadiran PPHN dilakukan melalui amandemen konstitusi. Namun untuk tetap menjaga kondusifitas bangsa, MPR RI telah menemukan solusi menghadirkan PPHN tanpa amandemen, yakni melalui konvensi ketatanegaraan dari delapan lembaga tinggi negara. Menjadi lebih sempurna jika Penjelasan Pasal 7 ayat 1 UU No.12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No.15 Tahun 2019 dihapus. Sehingga kekuatan TAP MPR yang bersifat regeling (pengaturan) bisa hidup kembali sebagai bentuk hukum PPHN yang tidak bisa ditorpedo melalui Perppu ataupun di judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.(red)