Pentingnya Edukasi Seks Untuk Anak Usia Dini

INFODESA, PENDIDIKAN228 Dilihat
banner 728x90

SUKOHARJO – INFODESANEWS.COM, Dari berita berbagai media cetak dan elektronik akhir-akhir ini, terpotret secara suram anak-anak usia SD sebagai korban pelecehan dan kekerasan seksual. Anak-anak menjadi rentan terhadap kejahatan seksual. Hal yang memprihatinkan lagi adalah pelaku pelecehan dan kekerasan seksual itu bukan lah orang yang asing bagi anak-anak; mereka adalah orang-orang yang dekat di dalam kehidupan anak-anak.

Kemajuan teknologi informatika di Indonesia disatu sisi menjadi suatu kebanggaan, namun disisi lain sebagai suatu ancaman bagi perkembangan psikologis dan sosial anak. Dengan mudahnya anak-anak dapat mengakses berbagai informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas, namun informasi tentang hubungan seks yang paling diminati anak-anak. Hal itu sungguh memprihatinkan. Keprihatinan lainnya adalah lemahnya pendampingan oleh orangtua terhadap perkembangan seksual anak-anak mereka.

Mahasiswa KKN UNISRI, Ridho Hananto dari Fakultas Hukum saat memberikan edukasi pada anak SD di desa Wonorejo Polokarto Sukoharjo (foto. dok)

Akankah potret suram tentang perkembangan anak-anak usia SD di Indonesia semakin bertambah suram? Dapatkah sekolah; guru-guru kelas; memberikan pendampingan bagi siswa-siswanya sebagai mahluk seksual untuk berkembang menjadi pribadi yang baik? Makalah ini mencoba menghadirkan gagasan-gagasan penulis tentang pelayanan bimbingan di SD sebagai suatu wujud pendidikan seksual.

Sebenarnya, anak dan remaja sama-sama membutuhkan edukasi seks sejak dini. Dikutip dari Journal of The American Academy of Pediatrics, baik anak-anak maupun remaja perlu menerima pendidikan yang akurat tentang seksualitas. Hal ini diperlukan agar mereka mengetahui bagaimana perilaku seksual yang sehat serta mencegah terjadinya pelecehan seksual Jangan sampai anak Anda telanjur mendapatkan informasi yang kurang tepat seputar seks dari sumber yang tidak dapat dipercaya, misalnya teman sebaya atau internet. Anak juga perlu tahu bahwa sebagai orangtua, Anda bisa diajak berdiskusi seputar topik tersebut.

Ketika anak sudah diberikan edukasi seks atau pendidikan seksual sejak dini, di masa remaja ia pun tidak merasa canggung dan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Apalagi, ketika anak sekolah sudah memasuki tahap perkembangan remaja, biasanya ia mempunyai pertanyaan yang lebih spesifik mengenai seks. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara menyampaikan dengan tepat baik di usia dini maupun saat masuk usia pubertas. Edukasi seks pada anak juga tidak hanya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan organ seksual semata. Namun juga berhubungan dengan kepemilikan dan kenyamanan tubuh.

Tidak sedikit orangtua yang menganggap sepele atau tabu dalam memberikan edukasi seks pada anak dan remaja. Padahal, edukasi seks atau pendidikan seksual sebaiknya dimulai sejak dini. Namun, bagaimana cara memberikan edukasi seks untuk anak dan remaja? Iklan Edukasi seks untuk anak dan remaja Sebenarnya, anak dan remaja sama-sama membutuhkan edukasi seks sejak dini. Dikutip dari Journal of The American Academy of Pediatrics, baik anak-anak maupun remaja perlu menerima pendidikan yang akurat tentang seksualitas.

Edukasi seks pada anak juga tidak hanya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan organ seksual semata. Namun juga berhubungan dengan kepemilikan dan kenyamanan tubuh.

Berikut beberapa poin penting yang perlu disampaikan saat memberikan pendidikan seksual pada anak.

  1. Beri tahu bagian tubuh dan fungsinya

Studi yang diterbitkan dalam Adolescent Sexuality and The Media menunjukkan, semakin sering anak terekspos dengan gambar seksual di media, akan lebih besar pula keterlibatan mereka dalam perilaku seksual sejak usia sangat muda. Walaupun begitu, pendidikan seksual yang sebenarnya tidak akan menuntun anak menuju pergaulan bebas. Rasa penasaran mengenai seks adalah langkah alami dari pertumbuhan anak untuk belajar tentang tubuhnya.

Edukasi seks membantu anak untuk lebih memahami tentang tubuh dan membantu mereka mencintai tubuh mereka sendiri. Sebelum masuk usia remaja, berikan edukasi seks mengenai area tubuh. Sebagai contoh, Anda mungkin bisa mengenalkan fungsi vagina atau penis, payudara, dan berbagai bagian tubuh lainnya. Di samping itu, sampaikan pada anak bahwa tidak ada yang boleh menyentuhnya tanpa izin, baik teman sebaya, guru, atau orang dewasa lainnya. Tak lupa, beritahu anak bahwa bagian-bagian tubuh tertentu sebaiknya tidak disentuh oleh siapapun.

Contoh: “Kak, tubuh kakak itu cuma boleh kakak yang pegang. Apalagi bagian-bagian sensitif seperti vagina atau penis dan payudara.” “Jadi, kalau ada yang memegang tubuh kakak, jangan diam saja ya, kakak harus menolak atau cari pertolongan kalau ternyata dipaksa.”

  1. Pubertas yang akan dialami

Sebelum memasuki masa puber, tidak ada salahnya bagi Anda sebagai orangtua untuk menjelaskan apa saja perubahan pada tubuh nantinya. Biasanya, memasuki usia 9 atau 10 tahun pubertas akan dimulai. Pada anak perempuan, sampaikan bahwa ia akan mengalami pertumbuhan payudara juga mendapatkan menstruasi pertamanya. Begitu juga pertumbuhan rambut pada beberapa bagian tubuh seperti ketiak dan area vagina. Sementara pada anak laki-laki, selain pertumbuhan penis dan testis, ia juga akan mengalami perubahan suara, hingga mimpi basah. Lalu, pertumbuhan rambut di area wajah, ketiak, dan area penis.

  1. Aktivitas seksual
BACA KONTEN LAINNYA ---->
Menunjang Pendidikan TK Kartika V-11 Samarinda, Terima Bantuan Alat Permainan Edukatif

Pada usia ini, anak Anda mungkin sudah mulai menaruh perhatian terhadap lawan jenis. Maka dari itu, sudah sepatutnya bagi Anda mulai mengajarkan kepada anak mengenai hubungan dengan lawan jenis. Ya, materi ini juga penting untuk disampaikan pada pendidikan seksual anak dan remaja. Sampaikan kepadanya, bagaimana cara memperlakukan teman lawan jenis.

Hal ini juga berhubungan dengan edukasi seks mengenai aktivitas seksual. Sebagai contoh, beri tahu bahwa berciuman dan berpelukan sudah termasuk ke dalam aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa. Selain itu, sampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami aktivitas seksual apa saja yang akan dilakukan oleh orang dewasa saat berhubungan seks. Sampaikan pada anak bahwa aktivitas tersebut hanya boleh dilakukan saat sudah menikah dan anak seusianya tidak sepatutnya melakukan aktivitas seksual seperti itu. Sampaikan risiko yang mungkin dialami oleh anak seusianya jika melakukan aktivitas seks. Bukan untuk menakut-nakuti, hal ini dilakukan dengan maksud anak bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri saat sedang tidak dalam pengawasan orangtua.

Pengenalan organ internal yang vital dan sensitif sejak dini bukanlah hal yang tabu, melainkan sebuah keharusan. Seorang psikolog pendidikan, Rusmini menyatakan bahwa sex education bisa mulai diberikan saat anak usia 3-4 tahun. Pada usia ini, anak sudah bisa memahami tentang organ tubuh mereka. Anak-anak dapat mengenali dan belajar menjaga anggota tubuhnya sendiri.

  1. Kekerasan dan pelecehan seksual

Edukasi seks atau pendidikan seksual tidak hanya memberikan pemahaman mengenai gambaran aktivitas seksual. Sejak anak berada di sekolah dasar, berikan pemahaman mengenai pelecehan seksual dengan bahasa yang mudah dimengerti. Jelaskan bahwa anak sudah harus bisa melindungi diri sendiri. Misalkan, menyampaikan sesuatu atau berteriak ketika ada orang yang berniat jahat atau menggodanya. Tidak hanya itu saja, hal ini juga berupa intimidasi penampilan atau bagian tubuh, hingga mencoba menyentuh bagian tubuh tertentu. Jelaskan pula bahwa tidak ada seorang pun yang harus merasa diwajibkan untuk berhubungan seks atas dasar paksaan atau ketakutan. Segala macam seks atas dasar paksaan adalah bentuk pemerkosaan, tidak peduli pelaku adalah orang asing maupun yang mereka kenal baik.

Bagaimana memberikan edukasi seks pada anak dengan autisme?

Memberikan pendidikan seks pada anak dengan autisme punya tantangan yang berbeda. Tidak seperti remaja seusianya, mereka mungkin tidak banyak tahu soal seks dari lingkungan pergaulannya. Apabila tidak dibekali dengan pendidikan seksual dari orangtua, anak bisa jadi tidak tahu apa-apa soal seksualitas. Hal ini membuatnya lebih rentan dimanfaatkan atau hal lainnya yang tidak diinginkan. Hasrat seksual pada manusia adalah normal. Kepekaan dan perasaan untuk melakukan seks dimiliki oleh setiap orang, termasuk anak dengan autisme.

Namun, ada berbagai cara yang dilakukan untuk mengekspresikan hasrat tersebut. Anak remaja dengan autisme memiliki cara berbeda dalam mengekspresikan hasrat mereka. Adapun hal yang bisa dilakukan oleh orangtua, yaitu memberi penjelasan padanya bahwa kegiatan seksual adalah sesuatu yang berharga dan luar biasa. Maka dari itu, aktivitas seksual hanya boleh dilakukan dengan pasangan sendiri yang sudah menikah. Kemudian, buat anak Anda paham bahwa tidak semua orang ingin melakukan kegiatan seksual. Melakukan hal tersebut dibutuhkan persetujuan dari kedua belah pihak. Misalnya, jika seseorang berkata tidak, artinya kegiatan tersebut tidak boleh dilakukan.

Terakhir, ajari anak soal waktu dan tempat yang sesuai untuk melakukan kegiatan seksual. Misalnya, berikan pemahaman bahwa masturbasi tidak boleh dilakukan dihadapan orang lain.

Edukasi seksualitas yang sifatnya praktis yang cocok untuk diterapkan kepada anak menurut pakar, yakni sebagai berikut:

  1. Menanamkan Rasa Malu

Untuk memiliki rasa malu, anak butuh dilatih sejak dini. Hal ini bertujuan agar ia tidak serampangan dan mengumbar hal-hal yang tidak pantas. Lakukan kebiasaan di rumah kepada anak agar tidak bertelanjang seusai mandi. Meskipun di depan orang terdekatnya, pastikan anak untuk berganti pakaian di tempat tertutup. Menutup bagian tubuhnya yang sensitif di hadapan orang lain.

Cara ini mengajarkan kepada siswa agar menjaga tubuhnya dari pandangan orang lain, apalagi orang asing. Menjadi waspada ketika ada orang yang menyentuh tubuhnya dengan tidak sopan. Ia pun tidak mudah memperlihatkan anggota tubuhnya yang sensitif secara terbuka

  1. Memperkuat Jiwa Maskulin dan Feminim

Orangtua maupun guru bertanggung jawab untuk menuntun proses pembentukan identitas anak. Ada perbedaan mendasar antara anak laki-laki dan perempuan, baik secara biologis maupun psikis. Mereka harus menyadari perbedaan tersebut. Bukan untuk membanding-bandingkan, namun menyesuaikan peran serta fitrahnya dalam kehidupan. Langkah yang terpenting adalah dengan menumbuhkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan membiasakan feminitas pada anak perempuan.

  1. Melatih untuk Tidur di Kamar Sendiri

Sex education juga bisa diajarkan kepada anak dengan memberikannya kamar pribadi. Guru di sekolah juga perlu menghimbau kepada peserta didiknya untuk tidak lagi tidur dengan orangtuanya. Anak mulai dilatih mandiri dengan tidur sendiri.

BACA KONTEN LAINNYA ---->
Nanang Ermanto: Pemerintah Daerah Ini Tidak Anti Kritik, Kami Siap Berkolaborasi Demi Kemajuan Daerah

Usia yang tepat untuk memulai langkah ini yakni ketika mereka menginjak usia 7 tahun. Maksimal umur 10 tahun, anak sudah harus tidur terpisah. Terlebih lagi dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin. Hal ini menunjukkan kepada mereka bahwasanya mereka harus saling menjaga satu sama lain dengan eksistensinya masing-masing. Tidak berinteraksi berlebih terhadap lawan jenis, apalagi yang bersinggungan dengan anggota tubuh.

  1. . Mengajarkan untuk Menjaga Kebersihan Alat Vital

Didikan untuk menjaga kebersihan alat vital yang sensitif sangat bermanfaat untuk masa depan mereka. Kesehatan reproduksi menjadi perhatian yang penting agar kebutuhan seksualnya terpenuhi dengan baik. Hal ini tentu menjaganya dari penyakit kronis yang berbahaya. Mereka juga akan terlatih mandiri, melindungi miliknya yang berharga.

  1. Mendidik Anak untuk Menjaga Pandangan Mata

Jauhkan siswa dari gambar-gambar, bacaan, suara, dan film pornografi. Menjaga pandangan mata sangat penting untuk melindungi mereka dari pikiran dan perilaku yang tidak etis. Pada fase tertentu, mereka tentu akan merasakan ketertarikan pada lawan jenis. Itu sudah menjadi fitrahnya sebagai manusia. Namun, ketertarikan tersebut akan terhindar dari hal yang negatif jika mereka sudah terlatih menjaga pandangan. Melihat lawan jenisnya dengan cara yang sopan dan beretika.

  1. Membelikan buku

Jika Anda merasa kesulitan memberikan edukasi seks dengan bahasa sendiri, coba untuk menjelaskannya dengan bantuan buku. Belilah buku yang membahas soal pubertas dan seksualitas khusus untuk anak seusianya. Saat ini sudah banyak tersedia di toko buku berbagai literatur bergambar seputar pendidikan seksual yang bisa dipahami anak dengan mudah Kemudian, bahas isi buku tersebut sama seperti ketika Anda membacakan dongeng atau jenis buku lainnya ,Mulai perlahan dengan mengenalkan bagian tubuh pada pria dan wanita. Setelah itu, baru mulai bahas batasan-batasannya.

  1. Menciptakan suasana yang nyaman untuk berdiskusi

Sebagai orangtua, Anda adalah orang dewasa yang sebaiknya merangkap sebagai teman diskusi anak mengenai berbagai hal, termasuk seks. Maka dari itu, saat memberikan edukasi mengenai seks kepada anak atau remaja, ciptakan suasana yang nyaman.

Sebagai contoh, sampaikan pendidikan seksual saat suasana hatinya sedang baik. Pasalnya, saat suasana hati sedang kalut, anak justru sulit menangkap informasi yang Anda sampaikan. Jika Anda merasa canggung untuk memulai, cobalah untuk memulai dengan pengantar yang baik.

Sebagai permulaan, tanyakan kepada anak, apa saja yang sudah dipelajari di sekolah mengenai edukasi seks. Dari pertanyaan tersebut, biarkan pembicaraan tentang topik ini mengalir dengan alami.  Lalu, usahakan untuk tidak berbelit-belit. Mengapa? Saat Anda sendiri kebingungan untuk menyampaikan informasi mengenai topik ini, anak mungkin kehilangan minat, bahkan salah tangkap. Selain itu, jika anak Anda menceritakan pengalamannya terkait aktivitas seksual dengan teman sekolahnya, jangan langsung marah atau menghakimi. Sebaliknya, tanyakan baik-baik dengan nada bicara seperti teman yang penuh antusiasme. Setelah itu, barulah beri nasihat dengan tidak menggurui.

Peran sekolah: Guru kelas dalam pelayanan bimbingan dan konseling Pada bagian terdahulu telah dipaparkan bagaimana pandangan sebagian masyarakat yang menganggap pembicaraaan tentang seks itu adalah tabu dan vulgar sehingga pendidikan seks kurang bermanfaat bagi anak. Pendidikan seks malah akan mendorong anak (remaja) melakukan hubungan seks. Sementara dalam uraian tentang pelecehan dan kekerasan seksual serta kasus-kasus pedophilia yang semakin marak terungkap akhir-akhir ini, menunjukkan betapa seriusnya gangguan perkembangan kepribadian individu korban pedophilia.

Lalu, bagaimanakah peran sekolah (atau unit layanan bimbingan dan konseling) terhadap pencegahan munculnya kasus-kasus pedophilia, khususnya, dan pelecehan serta kekerasan seksual pada umumnya? Bukan hanya peran yang bersifat preventif (pencegahan), namun juga perseveratif (developmental), dan kuratif? Berkaitan dengan bagaimana seharusnya sekolah berperan aktif terhadap pendidikan seksual, yang terutama dan terpenting adalah sekolah (para guru) harus memiliki paradigma yang persis terbalik dengan pandangan negative terhadap pendidikan seks oleh masyarakat pada umumnya. Bahwa pendidikan seks itu penting dan perlu diberikan sedini mungkin. Paradigma ini lah yang seharusnya dimiliki oleh sekolah

Dengan cepatnya kematangan seksual anak namun lemahnya pendampingan orangtua secara intensif terhadap perkembangan seksual anak, dan mudahnya akses informasi melalui media internet, pendidikan seks yang diselenggarakan oleh sekolah menjadi semakin penting. Pendidikan seks dirancang untuk mendampingi anak memperoleh pemahaman yang tepat tentang perkembangan seksual dirinya serta perkembangan pribadi dan sosial yang mengiringinya perkembangan seksual tersebut. Pemahaman yang tepat tentang seks dan seksualitas akan menjadi kekuatan dan sekaligus benteng bagi anak dari usaha-usaha pelecehan dan kekerasan seksual. (*)

Penulis adalah Ridho Hananto (Mahasiswa KKN UNISRI Jurusan Fakultas Hukum di Desa Wonorejo Polokarto Sukoharjo dari KKN-PPM kelompok 46 dengan Dosen pembimbing Lapangan (DPL) Triwanto, SH, MH)

banner 728x90