BANDUNG – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo berhasil lolos memuaskan sidang tertutup Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad) Bandung dengan nilai mutu A. Sehingga bisa melanjutkan ke Sidang Terbuka yang rencananya digelar pada Januari 2023.
Mengambil tajuk penelitian “Peranan dan Bentuk Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam Menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas”. Dihadapan para penguji yang terdiri dari Ketua Sidang Prof. Huala Adolf, Ketua Promotor Prof. Ahmad M Ramli, Co Promotor Dr. Ari Zulfikar, Oponen Ahli Prof. Yasonna Laoly yang juga menjabat Menteri Hukum dan HAM RI, Oponen Ahli Prof. Jimly Asshiddiqie yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi ke-1, Oponen Ahli Dr. Adrian Rompis, Oponen Ahli Dr. Prita Amalia dan Representasi Guru Besar Ahli Hukum Administrasi Prof. I Gde Pantja Astawa. Para penguji tersebut juga akan menjadi penguji pada Sidang Terbuka Januari 2023, dengan tambahan penguji Ahli Hukum Tata Negara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc.
Penelitian menggunakan tiga kerangka pemikiran, yakni Grand Theory menggunakan Teori Negara Kesejahteraan (welfare state), Middle Theory menggunakan Teori Pembangunan, dan Applied Theory menggunakan Teori Hukum Transformatif yang diperkenalkan Prof. Ramli. Penelitian juga menggunakan perbandingan hukum atas penerapan pembangunan nasional yang dilakukan di 5 Negara yakni Rusia, Jepang, Korea Selatan, Irlandia, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
“Disertasi ini berusaha untuk menemukan kebenaran ilmiah terkait konseptual Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan berkesinambungan dalam rangka menghadapi revolusi industri 5.0 dan Indonesia emas. Meskipun sebenarnya PPHN itu tidak harus identik dengan Garis-Garis Haluan Negara atau GBHN, namun pendiri bangsa telah memikirkan adanya satu pedoman atau arah bagi seluruh elemen bangsa untuk meneguhkan pokok pokok pikiran sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” ujar Bamsoet usai menyelesaikan ujian tertutup Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad), Bandung, Sabtu (3/12/22).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, disertasi berusaha mengidentifikasi beberapa masalah. Pertama, bagaimana pembangunan nasional dapat berkesinambungan berdasarkan perjalanan peraturan perundang-undangan yang ada. Kedua bagaimana konsep hukum dan ruang lingkup PPHN yang paling tepat diterapkan di Indonesia. Ketiga bagaimana peran PPHN dalam menjaga kesinambungan pembangunan untuk menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan nasional memerlukan PPHN sebagai pedoman/arah atau direction untuk menjamin dan memastikan tetap berkesinambungan pada setiap pergantian pimpinan nasional atau daerah, tidak ada uang negara yang sia-sia dan untuk memastikan pelaksanaan pembangunan. Penelitian ini juga menemukan bahwa untuk menghadirkan PPHN tidak perlu amandemen Undang-Undang Dasar 1945,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, pengaturan PPHN sebagai Directive Principles of Government Policies of Indonesia dapat dilakukan melalui berbagai cara. Pertama, Perubahan terbatas UUD 1945 khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 yang memasukkan substansi kewenangan MPR menyusun PPHN dan mengawasi pelaksanaan PPHN oleh pemerintah. Kedua, merevisi/menghapus atau judicial review Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sehingga TAP MPR dalam hirarki perundang-undangan hidup kembali dan tidak terbatas pada TAP-TAP MPR yang sudah ada sebagai disebutkan dalam penjelasan.
Ketiga, mengubah atau revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019, dengan memasukan penambahan substansi kewenangan MPR dalam menyusun dan menetapkan PPHN. Keempat, PPHN ditetapkan dalam sebuah undang-undang menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kelima, MPR menetapkan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan lembaga tinggi negara untuk menghasilkan konsesus nasional yang berbasis pada kewenangan masing-masing lembaga tingga negara untuk memastikan PPHN berjalan berkesinambungan, terintegrasi dan berkelanjutan mulai dari pusat hingga daerah. Mulai dari undang-undang hingga petaruran desa.
“Dari lima konsep di atas, konsep kelima merupakan konsep terbaik karena konvensi ketatanegaraan merupakan sumber hukum tata negara yang memiliki kekuatan hukum mengikat dalam praktik berhukum di Indonesia maupun internasional,” tegas Bamsoet.(@Gus)