SRAGEN – INFODESANEWS, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Masyarakat Tani-Nelayan Indonesia (DPC Himtani) Sragen Suhadi menilai, panen raya perlu dievaluasi. Sebab, panen serentak membuat harga gabah jatuh dan tidak bisa mendukung ekspor ke luar negeri.
Suhadi mengusulkan, supaya masa tanam diatur per wilayah, sehingga musim panennya juga bisa teratur di tiap wilayah tertentu. Dengan pengaturan waktu tanam dan panen, menurutnya, ketersediaan gabah di Sragen bisa terus ada sepanjang, tahun sehingga bisa mendukung ekspor, karena ekspor harus rutin dan berkala.
Penilaian itu dilontarkan Suhadi karena harga gabah anjlok dan petani mengeluh.
” Para petani mengeluhkan anjloknya harga gabah kering panen (GKP) yang anjlok pada musim panen Juni bulan lalu. Harga gabah turun dari Rp 4.600/kg menjadi Rp 4.200/kg pekan kemarin. Saat ini tinggal Rp 3.700-Rp 3.800/kg,” jelas Suhadi belum lama ini.
Menurut Suhadi, petani merugi sampai Rp 1 juta per patok, karena kondisi padi yang roboh diguyur hujan.
“Kondisi petani sekarang susah. Pupuk mahal. Setiap panen paling hanya bisa mendapatkan 28 kuintal GKP. Harapan petani, pupuknya dicukupi. Katanya pupuk disubsidi, ternyata dapatnya sedikit. Mendingan satu pupuk saja, tapi bisa mencukupi kebutuhan petani. Petani membutuhkan 2,5 kuintal, hanya dikasih 1,5 zak,” ujar Suhadi seraya mengungkapkan bahwa para petani banyak yang mengadu ke Himtani dan minta dicarikan solusi untuk permasalahan mereka itu.
Suhadi mengatakan, harapan petani saat panen, harga GKP tinggi. Harga GKP Rp 4.600/kg, petani sudah bersyukur, meskipun baru impas dengan biaya produksi dan sewa lahan. Apalagi saat tanaman padi ambruk dan hujan, membuat harga gabah semakin jatuh.
Suhadi menambahkan, kalau tanaman padi roboh tidak bisa dipanen dengan alat combine harvester tapi dengan thresher. (gim/her)