Teknologi informasi dan Komunikasi semakin hari semakin berkembang pesat, khususnya dibidang digital. Seperti saat ini dunia sedang menghadapi pandemi covid-19, sehingga teknologi digital sangat dibutuhkan dalam segala sektor. Hal ini menjadikan dunia pada akhir-akhir ini sedang berada dalam era disrupsi. Apa itu era disrupsi?
Era disrupsi yaitu era inovasi. Seluruh sistem tradisional/ lama akan digantikan dengan sistem atau cara-cara terbaru. Era ini akan menggantikan teknologi tradisional yang serba fisik menjadi teknologi digital yang lebih efisien dan lebih bermanfaat. Namun hal ini sebagian pihak merasa era disrupsi merupakan sebuah ancaman. Akan tetapi banyak pihak yang beranggapan kondisi ini merupakan sebuah peluang.
Kepemimpinan digital atau digital leadership yang kemudian dikenal dengan sebutan e-Leadership mengacu pada kepemimpinan di era baru, yaitu era yang ditandai dengan perkembangan teknologi yang pesat, ekonomi global di mana bisnis terus bergerak melintasi perbatasan ke mana pun mereka dapat membuat keuntungan. Kepemimpinan diperlukan untuk memperbaiki banyak masalah yang diciptakan oleh era disrupsi digital.
Digital leadership diperlukan dalam proses transformasi digital yang tengah berjalan saat ini untuk mengawal perubahan dan pemanfaatan teknologi dengan cepat di berbagai sektor, termasuk sektor pemerintahan. Hadirnya pemimpin digital dapat mendorong percepatan transformasi di dalam organisasi.
Seorang digital leadership dituntut harus mampu menggunakan aset digital yang digunakan untuk membuat keputusan secara cepat maupun tepat. Tak hanya itu, seorang digital leadership harus mampu berinovasi dan berkolaborasi dengan stakeholder untuk menguraikan solusi dari permasalahan organisasi pemerintahan di era transformasi digital.
Hadirnya Digital leadership, pemimpin mampu mendayagunakan aset digital yang dimiliki pegawai untuk mencapai tujuan sebuah organisasi. Adanya Digital leadership dapat memanfaatkan teknologi digital digunakan sebagai proses pada bisnis maupun program kerja masing-masing instansi pemerintahan dalam hal melakukan transformasi layananan publik.
E-leadership merupakan kepemiminan yang hadir akibat dari berkembangnya lingkungan digital atau seringkali dijuluki E-environment. Dalam hal ini terdapat 4 karaktereristik yang menjadi pembeda antara kepemimpinan biasa dengan E-leadership. Pertama memiliki model yang rendah hati tetapi tetap kuat dalam menuntut hasil kerja secara maksimal, dapat menyampaikan serta menjelaskan visi dan sasaran yang akan dicapai dan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan efetif dengan menggunakan media sosial agar dapat terkoneksi dengan anggota ketika di dalam maupun sedang berada di luar organisasi.
Karakteristik yang kedua, menjadi E-leadership harus mampu bekerja sesuai bidang yang dikuasai sehingga dapat berkontribusi pada organisasi secara maksimal, memiliki kemampuan dalam berpikir dan bekerjasama tanpa menghiraukan waktu, ruang dan perbedan budaya, suku, agama, ras maupun etnis. Karakteristik ketiga, seorang E-leadership harus mampu memantau dan mengelola pekerjaan secara efektif melalui ruang virtual.
Karakteristik terakhir, perbedaan antara E-leadership dengan pemimpin biasa adalah dapat beradaptasi dengan perubahan E-environment. Hal ini penting karena pesatnya perkembangan teknologi digital menuntut untuk menyesuaikan perubahan yang berjalan secara cepat, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif.
Penggunaan teknologi di era disrupsi tidak dapat terpisahkan dalam proses bisnis baik konvensional maupun pemerintahan, baik di instansi pusat maupun daerah. Penggunaan teknologi digital ini diwujudkan oleh pemerintah dalam bentuk transformasi digital. Tentunya dalam beradaptasi atau bertransformasi dari tradisional menjadi digital perlu adanya adaptasi dengan perubahan teknologi digital ini, hal ini dapat dilakukan dengan empat tahap. Pertama awareness atau kesadaran, yaitu melakukan perubahan dengan cara memahami teknologi; kedua bagaimana penyusun strategi serta merencanakan sebuah aksi yag berkaitan dengan teknologi yang digunakan dalam proses tranformasi digital. Kemudian tahapan ketiga memilih Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat sehingga dapat menyukseskan perubahan teknologi yang dilanjutkan dengan perubahan budaya kerja dengan basis teknologi. Terakhir tahapan perubahan digital dilakukan secara continue sehingga tumbuh budaya inovasi dan kolaborasi dengan komunitas digital.
Dalam bertransformasi tersebut instansi pemerintahan dapat memulai dengan melakukan penyesuaian budaya organisasi, hal ini sangat berpengaruh pada keseluruhan aktivitas organisasi. Budaya organisasi sangat penting untuk pengembangan organisasi dan untuk pengambilan kebijakan dalam organisasi tersebut.
Budaya secara umum dapat diartikan sebagai kumpulan gagasan, sikap, nilai, simbol lain yang kompleks dan memiliki makna melayani manusia untuk berkomunikasi, menafsirkan dan melakukan evaluasi sebagai masyarakat.
Budaya dan nilai dalam masyarakat kemudian diwariskan secara turun-temurun dari generasi satu ke generasi yang lainnya. secara langsung, kebudayaan menjadi pelengkap manusia dengan memiliki rasa identitas dan pengertioan perilaku dapat diterima di dalam masyarakat yang meliputi rasa diri dan ruang, komunikasi dan bahasa, pakaian dan penampilan, nilai dan norma serta kebiasaan kerja dan praktek.
Budaya tentunya tidak hanya ada dalam lingkungan masyarakat, namun di dalam organisasi juga ada model budaya, tentunya sesuai dengan kebiasaan yang ada dalam lingkungan kerja tersebut. Banyak para ahli mendefinisikan budaya organisasi, secara garis besar dapat ditarik kesimpulan sebagai suatu pola asumsi dasar dimiliki oleh anggota organisasi yang berisi nilai-nilai, norma dan kebiasaan yang dapat mempengaruhi pola pikir, gaya bicara, perilaku dan cara kerja pegawai dalam sehari-hari. hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas kinerja organisasi.
Menurut Denison, Daniel R (1990:2), budaya organisasi dapat dilihat dari empat 4 aspek, yaitu: aspek keterlibatan, tingkat keterlibatan yang tinggi dari pegawai akan meningkatkan rasa tanggungjawab, secara tidak langsung meningkatkan komitmen pegawai terhadap organisasi. Tercipta rasa kebersamaan dan kekeluargaan dengan sendirinya, hal ini sangat penting dalam menyelesaikan pekerjaan.
Keterlibatan pegawai yang ada kaitannya dengan perubahan organisasi pemerintahan hanya dapat dilakukan ketika mendapatkan dukungan yang kuat dari digital leadership. Setiap perubahan 80% berhasil jika bersifat top-down, manajemen puncak atau leadership dapat merumuskan sebuah aturan yang jelas terhadap proses perubahan budaya ini, seperi halnya perubahan simbol-simbol yang menunjukkan jati diri organisasi, perubahan tag line yang menekankan pada komitmen organisasi terhadap teknologi, layanan publik yang lebih ramah teknologi dan sebagainya.
Pada akhirnya setelah semua proses yang dilakukan dan dipersiapkan, organisasi perlu melakukan penyesuaian visi dan misi, sehingga digital leadership memiliki pengaruh pada perubahan budaya suatu organisasi.***Anis Miswoni