Dari Seminar Perwathin Solo : “Pemikiran Theosofi Mampu Memantik Lahirnya Gerakan Nasionalisme”

KHAZANAH, NASIONAL155 Dilihat

SOLO – INFODESANEWS.COM, Perwathin Solo mengadakan seminar dengan tema Kebijaksanaan Ilahi dan Nasionalisme dengan narasumber utama Dr. Petrus Darmadi Syahwir Hadi Nagoro dan narasumber pendamping  Drs.Widyatmoko MM selaku Ketua Pengurus Besar Perwathin, Minggu  (30/7/2023). Acara dikuti sekitar 50 peserta  yang datang dari berbagai daerah seperti Solo, Semarang, Sragen, Klaten, Sukoharjo, Malang dan Jakarta. Acara diawali dengan berdoa dan menyanyikan lagu Indonesia  Raya dan Padamu Negeri serta alunan beberapa lagu nasional dengan iringan music bambu dan gamelan.

Saat pengukuhan anggota dan pengurus Perwathin Solo (foto/dok)

Drs.Widyatmoko MM selaku Ketua Pengurus Besar Perwathin membuka sesi dengan pernyataan small is beautiful, kecil itu indah. Sekalipun Perwathin ini kecil, tetapi mestinya mampu memancarkan keindahan pada semesta. Theosofi dibentuk untuk menggaungkan kesadaran universal, bahwa seluruh makhluk adalah satu. Kemanusiaan kita hendaknya menyatu dengan ciptaan lain. “Menemukan kesamaan bukan mengedepankan perbedaan sehingga mampu menarik dan menghadirkan hukum-hukum alam yang belum terurumuskan untuk menumbuhkan kesadaran yang sama,” ujarnya.

Lebih jauh beliau menegaskan, bahwa Indonesia pasti menjadi mercusuar atau cosmose kebudayaan dunia. Hanya di Indonesia terbangun integrasi budaya dari ribuan budaya yang berbeda menjadi budaya nusantara. Semua agama di Indonesia melakukan inkulturasi, integrasi dan dialog dengan budaya local. Kebudayaan terungkap dalam perayaan-perayaan keagamaan. Karenanya bersama Pak Petrus kita semestinya melakukan transfer knowledge kepada generasi z yang hidup di era saat ini. Pemikiran theosofi telah mampu memantik lahirnya gerakan nasionalisme. Realitas sejarah ini tidak boleh terhenti. Regenerasi sudah harus dilakukan demi keberlangsungan nilai-nilai nasionalis mereligius di nusantara ini. “Kita itu ciptaan sempurna Allah karena Allah tidak pernah punya visi yang jelek dalam proses mencipta,” tambahnya.

Pada sesi penutup Drs. Widyatmoko MM menegaskan, bahwa yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Bila kita tidak mau dan mampu mengikuti perubahan kita akan digilas dan ditinggalkan. Perubahan bias terjadi secara evolutive maupun resolutif. Evolusi selalu berjalan sebagai terwujudnya kehendak Allah.

Sementara itu Dr. Petrus membuka sesi utama dengan pertanyaan yang menggelitik: Sudahkah kita merdeka dengan sebenar-benarnya? Pertanyaan ini menjadi pembuka sebab sebenarnya kita masih dijajah oleh tafsir-tafsir atas apapun yang terjadi dan ada di sekitar kita. Nusantara kita adalah pusat spiritual. Sebagai manusia sejati kita bebas memilih dan sudah semestinya mempunyai alasan yang jelas dalam menentukan pilihan. Realitas ini menegaskan, bahwa sebagai ciptaan Tuhan paling sempurna manusia dianugerahi akal budi, suara hati dan kebebasan. Hanya karena sering mengagungkan kebebasan dan mengesampingkan akal budi dan suara hati, kita sering terjebak pada kerakusan sehingga praktik korupsi tak pernah terhenti.

Tuhan Allah sang pencipta yang transenden dan imanen adalah primus asali. Manusia ditempatkan pada jagat raya atau alam semesta. Dua jalur yang dilewati manusia, yaitu jalur spiritual Ilahi dan ilmu pengetahuan menyempurnakan keberadaannya. Saat ini kita sedang berada dalam masa kegelapan karena kita dicekoki terus tentang agama dan meninggalkan aspek kebaikan hidup yang lain. Situasi ini menumbuhkan sikap kemunafikan menjadi begitu subur. Banyak tempat ibadah, tetapi banyak pula makian, cacian dan ujaran kebencian lahir di sana. Membunuh sesama dengan begitu santai padahal menyembah Tuhan sang sumber hidup sejati. Korupsi dianggap wajar bila untuk kepentingan kemaslahatan umat.

Negara kita ini lahir karena kesepakatan yang saling menghormati perbedaan. Pancasila adalahrule  of life this nation, asas hidup bangsa kita. Tidak perlu a da tafsiran atas 5 sila yang secara gambling memberikan tempat yang luar biasa mulia bagi Tuhan di sila pertama dan tetap menghormati harkat dan martabat manusia di sila kedua. Sila ketiga, keempat dan kelima secara gamblang menegaskan persatuan, demokrasi dan kesejahteraan serta keadilan. Saat ini kita tidak lagi terjebak pada demokrasi liberal tetapi demokrasi yang ngawur. Semestinya kita berperilaku adil sejak dari pikiran kemudian dilahirkan dalam Tindakan dan perlakuan terhadap sesame manusia.

Dr. Petrus menegaskan, semestinya kita memiliki sikap wani, weruhlan wicaksana (berani, melihat/mengerti dan bijaksana). Pesan pamungkas yang sangat satire di saat ini, sebab memang secara tidak sadar seringkali kita mengalah atas kemunafikan-kemunafikan yang membombardir hidup kita, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Salam pancasila tetap mencintai negeri sepenuh hati. (red slo)