JAKARTA, INFODESANEWS – Ketua MPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo akan memaparkan alasan logis negara butuh peta jalan model GBHN yakni Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Pemaparan itu dilakukan Bamsoet pada acara bedah buku terbarunya yang ke-30 berjudul “PPHN Tanpa Amendemen” di Kampus Universitas Terbuka, Jalan Cabe Raya, Pondok Cabe, Tangerang Selatan pada hari Selasa (21/3/2023) mendatang.
Berbeda dengan buku-buku sebelumnya, “PPHN Tanpa Amendemen” ditulis Bamsoet berdasarkan hasil penelitiannya selama berbulan-bulan, setelah dua tahun lebih kuliah dan mengikuti pendidikan pada Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Dengan disertasi berjudul “Peranan dan Bentuk Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam Menghadapi Industri 5.0 dan Indonesia Emas”, Bamsoet meraih predikat yudisium Cumlaude dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi sebesar 4,0 di Sidang Terbuka Promosi Gelar Doktor Bidang Ilmu Hukum Universitas Padjajaran, di Bandung pada tanggal (28/1/2023).
“PPHN Tanpa Amendemen” adalah buku ke-30 yang ditulis Bamsoet. Buku ini versi popular dari disertasi dengan bahasa akademis. Harapannya, setelah membaca buku ini, semua komunitas anak bangsa bisa memahami urgensi PPHN dari A sampai Z,” kata Bamsoet di Jakarta. Acara bedah buku ini dilaksanakan bersamaan dengan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Acara ini selain akan dihadiri secara luring oleh para dosen dan mahasiswa di Kampus UT, juga akan diiukuti mahasiswa Universitas Terbuka secara daring dari suluruh Indonesia dan manca negara.
Selain Bamsoet sebagai keynote speaker, sejumlah narasumber yang kompeten di bidang hukum tata negara direncanakan bakal hadir. Antara lain, Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2016 Prof Dr Hamdan Zoelva, S.H., M.H dan Ahli Hukum Tata Negara Dr Irman Putra Sidin, SH., MH.
Bamsoet mengakui bahwa tidak mudah bagi dirinya yang berlatar belakang non hukum mempelajari ilmu hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. “Namun, saya termotivasi untuk belajar karena latar belakang pekerjaan yang banyak bersentuhan dengan hukum. Antara lain sebagai Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, keamanan, dan hak asasi manusia. Kemudian menjadi Ketua Komisi III DPR RI serta pimpinan berbagai Pansus yang membahas RUU dan non-RUU seperti Pansus Angket Bank Century. Saat menjabat Ketua DPR RI, saya berhasil mendorong revisi UU KPK dan UU Tindak Pidana Terorisme yang selama bertahun-tahun mengalami kemacetan. Selain itu, meletakkan dasar pembahasan RUU KUHP yang telah disahkan, dan berbagai undang-undang lainnya yang mengalami kebuntuan,” paparnya.
Kini, sebagai Ketua MPR RI, Bamsoet semakin banyak berhubungan dengan aspek hukum, utamanya hukum tata negara, yang semakin mendorong semangatnya untuk mendalami ilmu hukum. “Apalagi, dari 10 pimpinan MPR, banyak yang sudah Doktor, bahkan ada yang Profesor. Jadi tidak lucu, kalau ketuanya belum Doktor. Ini juga yang menyemangati saya,” tambah Bamsoet.
Terkait riset yang dilakukannya, Bamsoet menuturkan, riset tentang peta jalan model GBHN dengan nomenklatur PPHN tersebut dilandasi tujuan strategis. Pertama, untuk mengetahui dan melakukan analisis pembangunan nasional agar dapat berkesinambungan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis terhadap konsep hukum dan ruang lingkup PPHN yang paling tepat diterapkan di Indonesia. Ketiga, untuk mengetahui dan melakukan analisis atas peran PPHN dalam menjaga kesinambungan, dalam menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas.
“Berdasarkan hasil penelitian, pembangunan nasional memerlukan PPHN sebagai pedoman atau arah untuk menjamin atau memastikan tetap berkelanjutan dan berkesinambungan pada setiap pergantian, baik pimpinan nasional maupun pimpinan daerah,” kata Bamsoet dihadapan awak media, Jumat (17/3/23).
Dia mengingatkan, dalam tiga periode pemerintahan, telah terjadi ketidaksinambungan pembangunan. Akibatnya, ada proyek pembangunan presiden sebelumnya tidak dilanjutkan oleh presiden berikutnya. Akibatnya ada prpyek mangkrak sehingga uang rakyat terbuang sia-sia.
Dari hasil penelitiannya, Bamsoet menyimpulkan ada lima alternatif pedoman pengaturan PPHN dalam prinsip-prinsip Good Government Policy of Indonesia. Alternatif pertama, melalui perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945, khususnya pada pasal 3 dan pasal 23 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang memasukkan substansi kewenangan MPR yakni menyusun PPHN dan melaksanakan PPHN oleh pemerintah.
“Alternatif kedua, PPHN melalui konvensi ketatanegaraan tanpa melalui amendemen. Konvensi merupakan kebiasaan atau tindakan yang bersifat mendasar yang dilakukan dalam menyelenggarakan aktivitas kenegaraan oleh alat kelengkapan negara. Dalam hal ini dilakukan oleh delapan lembaga negara untuk menyemangati pembentukan PPHN,” paparnya.
Alternatif ketiga, tambahnya, PPHN dalam Tap MPR melalui revisi atau judicial review. Peniadaan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 junto UU Nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 tahun 2011. Dengan meniadakan penjelasan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011, maka dengan sendirinya tidak ada lagi batasan pemahaman terhadap Tap MPR sebagaimana dimaksud dalam Tap MPR Nomor 1 tahun 2003, sehingga hierarki sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 secara konsisten dapat dilaksanakan sesuai hierarki peraturan perundang-undangan.
Alternatif keempat, menurut Bamsoet adalah dengan mengubah UU Nomor 17 tahun 2014 junto UU Nomor 13 tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3, dengan memasukkan substansi menambah kewenangan MPR membentuk PPHN, dengan menerbitkan produk hukum berupa Tap MPR, yaitu pada pasal 4. Maka dengan demikian MPR akan kembali memiliki kewenangan subyektif superlatif dan sinkron dengan pasal 5 UU tersebut.
“Alternatif kelima, PPHN dalam bentuk UU Lex Spesialis menggantikan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN. PPHN dibentuk dengan UU sebagai UU khusus menggantikan UU SPPN. UU ini nantinya berisi pokok-pokok haluan negara, sehingga memerlukan undang-undang sebagai penjabaran,” kata Bamsoet.
Bamsoet menandaskan, Kehadiran PPHN membuat pembangunan nasional kembali menemukan roh dan jati dirinya sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan konstitusi. Sekaligus mengingatkan pada gagasan pentingnya perencanaan pembangunan nasional sebagaimana dikemukakan oleh pendiri bangsa pada tahun 1947 (76 tahun yang lalu) yang terlihat dalam tujuh bahan-bahan pokok indoktrinasi, tujuannya adalah mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dan makmur.
Buku terbaru ini melengkapi 29 judul buku yang telah ditulis Bamsoet sejak 1988 hingga tahun 2022; meliputi Rahasia Sukses dan Biografi Pengusaha Indonesia (1988), Mahasiswa dan Lingkaran Politik (1989), Kelompok Cipayung, Gerakan dan Pemikiran (1990), Mahasiswa & Budaya Kemiskinan di Indonesia (1990), Kelompok Cipayung, Pandangan dan Realita (1991), Masa Depan Bisnis Indonesia 2020 (1998), Skandal Gila Bank Century (2010), Perang Perangan Melawan Korupsi (2011), Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul (2011).
Buku selanjutnya berjudul Republik Galau (2012), Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir (2013), Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni (2013), 5 Kiat Praktis Menjadi Pengusaha No.1 (2013), Indonesia Gawat Darurat (2014), Republik Komedi 1/2 Presiden (2015), Ngeri Ngeri Sedap (2017), Dari Wartawan ke Senayan (2018), Akal Sehat (2019), DPR Adem di Bawah Bamsoet (2020), Jurus 4 Pilar (2020), Solusi Jalan Tengah (2020), Save People Care for Economy (2020), Cegah Negara Tanpa Arah (2021), Negara Butuh Haluan (2021), Hadapi dengan Senyuman (2021), Indonesia Era Disrupsi (2022), Vaksinasi Ideologi Empat Pilar (2022), 60 Tahun Meniti Buih di Antara Karang (2022), dan Catatan Kritis Bamsoet, Bunga Rampai Opini (2022).(red)