Baik dan Buruk, Masalah Moralitas Adalah Penyakit Kronis dan Akut

LIFESTYLE, OPINI508 Dilihat

JAKARTA, INFODESANEWS | Keprihatinan dan kerisauan, boleh jadi dua kata yang patut dikemukakan berkaitan dengan problem moralitas yang melanda umat manusia dewasa ini.”Problem moralitas memang merupakan penyakit kronis dan akut, sekaligus juga merupakan persoalan klasik yang mengiringi kehidupan manusia sejak awal kehadirannya di pentas bumi ini, Sabtu (21/1/23).

Tengok saja, cerita yang mengiringi qabil dan habil, dua orang putera dari Nabiyullah Adam a.s. (Misri A. Muchsin, 2002: 131). Dewasa ini, dalam keseharian hidup kita, kita pun senantiasa disuguhi dengan tayangan-tayangan dan berita-berita yang berkaitan dengan problem moralitas ini.

Demo-demo yang anarkis (baik kaum buruh, pedagang, dan juga mahasiswa), perkelahian antar warga kampung, perkelahian pelajar dan mahasiswa, kekerasan yang dilakukan oleh geng-geng sekolah dan geng-geng motor, pembunuhan dengan beragam caranya, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, merebaknya seks bebas (baik di kalangan terpelajar atau masyarakat pada umumnya).

Kehamilan di luar nikah, semakin meningkatnya kecenderungan bunuh diri, perilaku koruptif, makelar kasus (Markus), kekerasan dan gesekan-gesekan politik, dan seterusnya.”Oleh karena itu, tugas untuk mengawal moralitas manusia merupakan tugas besar-abadi yang tidak akan pernah berhenti dan berakhir.

Fluktuasi yang mengiringi problem moralitas manusia boleh jadi mengikuti kurva normal atau turun-naik seiring dengan seberapa jauh kekuatan yang ada pada manusia untuk bisa mengawal dan mengarahkannya. Karena itu sangatlah wajar ketika keutusan rasulullah Muhammad s.a.w. di pentas bumi ini tidak lain adalah dalam rangka mengawal moralitas manusia ini.

Yaitu mengarahkan manusia untuk bisa menjaga perilaku moralnya, dan lebih jauh agar manusia dapat melakukan pendakian yang lebih tinggi dalam meraih derajat akhlak al-karimah.

Problem moral tersebut, menurut pandangan para filosof, tentu tidak bisa dilepaskan dari tabiat yang ada pada diri manusia.”Tabiat yang dimaksudkan di sini adalah unsur asli atau pokok yang melekat pada diri manusia sejak masa penciptannya.

Tabiat adalah sesuatu yang given, sudah dari sananya, dari Allah swt. Persoalannya sekarang adalah: pertama, bagaimanakah para filosof atau ilmuwan memaknai dan menafsirkan keberadaan tabiat manusia ini; kedua, mengapa terjadi kegoncangan psikis pada manusia.

Ketiga, bagaimana solusi Islam terhadap kegoncangan psikis manusia tersebut, dan kempat bagaimana pula menjaga maupun mengarahkan, sehingga memberikan arti yang positif bagi kehidupan dirinya serta masyarakat.

Perbuatan yang buruk dan jahat adalah hasil dari ketidaktahuan.”Pendapat ini ingin menegaskan bahwa ketika seseorang itu mengetahui bahwa suatu perbuatan itu buruk dan tahu juga akan akibatnya buruknya bagi orang lain, maka tentu orang itu tidak akan melakukan perbuatan buruk.

Pemikiran ini mencerminkan cara berpikir idealis-logis dan linear, yang tidak memberikan terjadinya probabilitas atau kemungkinan-kemungkinan akan terjadinya penyimpangan. “Pada kenyataan-nya, para pelaku kejahatan bukanlah berasal dari kalangan orang awam, melainkan orang-orang yang tahu betul mana perbuatan yang baik dan yang buruk beserta segala akibatnya.

Pendapat di atas selanjutnya juga mengatakan, bahwa keburukan dan kejahatan adalah sesuatu yang tidak dikehendaki. Ketiadaan kehendak untuk melakukan perbuatan yang buruk dan jahat, menurut mereka sudah cukup untuk meninggalkan perbatan itu.

Tetapi dalam prakteknya, kehendak saja tidak cukup untuk menangkal seseorang dari perbuatan buruk dan jahatnya tersebut.”Oleh karena itu, agar manusia tidak melakukan tindakan yang buruk dan jahat, haruslah ada penguasa yang membuat aturan dan memiliki kewenangan untuk memberikan sangsi kepada si pelaku kejahatan.

Pandangan yang lebih modern pun mengatakan bahwa sesungguhnya manusia tercipta dalam keadaan baik. “Namun dalam perkembangannya, seorang manusia melakukan tindakan yang buruk dan jahat.

“Karena, ia sering berkumpul dan bergaul dengan mereka yang suka berbuat buruk dan jahat. Akhirnya, ia pun terlena dalam pemenuhan keinginan syahwatnya, yang menyebabkannya lupa akan akibat dari perbuatan-perbuatan buruk.(@Gus Kliwir)

Berita Terkait

Baca Juga