Semarang, Infodesanews.com – Undang-undang Kepalangmerahan sebagai produk perundangan yang mengatur tentang pentingnya menegaskan aturan satu lambang gerakan dalam satu negara. UU Kepalangmerahan yang di dalamnya menegaskan konvensi Jenewa dan keikutsertaan Indonesia sebagai negera yang mengakui hukum perikemanusiaan internasional di bawah Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Antusiasme Sukarelawan dalam mendikusikan tentang penggunaan lambang ini demi kepentingan kemanusiaan dan implementasinya di lembaga pendidikan (10/02/2018).
Menjawab pertanyaan peserta, Dony Yoesgiyantoro mengatakan bahwa dana hibah tidak ada anggaran tanpa batas, artinya harus ada laporan. Dalam hal ini, sejauh memberikan manfaat yang riel bagi masyarakat. Selain itu, pria yang saat ini menjadi dosen di Universitas Indonesia juga memberikan beberapa pandangannya terkait kebijakan publik
“Terkait dana hibah pemerintah, pemerintah juga harys menghitung nilai kemanfaatannya. Bukan sebatas administrasi. Pemerintah harus memperhatikan stakeholder terkait. Mungkin, diperlukan pula adanya intervensi kebijakan. Misalnya undang-undang dibuat dulu setelah diaplikasikan seperti apa hasilnya baru ada evaluasi.” Kata Dony,
“Kontribusi pemerintah pada PMI juga harus memberikan efek manfaat yang lebih besar” lanjutnya.
“Ada tiga evaluasi, progam evaluasi, penilaian dampak atau inpack, dan proses evaluasi.” Imbuhnya.
Dirinya juga menyampaikan hal yang perlu diperhatikan tentang evaluasi, “Kebijakan hidup di eranya. Kebijakan tidak bisa disalahkan. Evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan sehingga dapat ditemukan kebijakan baru yang lebih relevan. Evaluasi terhadap kebijakan secara terus-menerus sehingga memunculkan pola yang dinamis.” Tandasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Prof Dr FX Aji Samekto SH MHum, “penyelenggaraan kepalangmerahan dilakukan oleh pemerintah dan PMI sebagaimana dimuat dalam pasal 2 UU Kepalangmerahan” Ungkapnya.
“Lambang palang merah tidak terkait dengan sebuah lambang agama. Ini lambang kenetralan yang dilandasi oleh faktor sejarah lahirnya palang merah” tegasnya.
“Sudah lazim dikenal oleh masyarakat bahwa palang merah terdiri di atas asas perikemanusiaan dan sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa, golongan, dan paham politik.” Tutur Guru Besar Undip menegaskan.
Narasumber selanjutnya, Dr dr Awal Prastiyo, m.kes THT Kl memberikan penjelasan terkait kegiatan PMI.
“KSR perguruan tinggi memang unik. Dinaungi oleh oleh dia organisasi, lembaga pendidikan dan PMI. Hubungannya (KSR PT-red) dengan PMI lebih pada pembinaan dan secara administrasi menjadi kebijakan perguruan tinggi. “Terangnya
Diskusi dipandu oleh Agus Adib, secara interaktif menghasilkan beberapa poin penting bagi para sukarelawan. Di antaranya menindaklanjuti dengan diskusi lanjutan untuk pendalaman materi kepalangmerahan dan lambang tentang KSR PMI Unit Perguruan Tinggi sehingga dapat digunakan sebagai acuan atau bahan masukan PMI pusat dalam pedoman manajemen relawan yang terkait KSR dan PMR. (Riff)