Dr. HM Anwar Rachman, SH, MH ( Kuasa Hukum Ahli Waris Sriwedari); “Pihak Pelawan Terbukti Tidak Memiliki Legal-Standing/Kedudukan Hukum sebagai Penggugat”

SOLO-INFODESANEWS.COM, Pengadilan Negeri Surakarta hari ini Selasa, (25/5/2021) menggelar sidang perdata kasus sengketa lahan sriwedari oleh Forum Komunikasi Putra-Putri Purnnawirawan dan Putra-Putri TNI/Polri (FKPPI). FKPPI mengunggat hasil putusan inkrah yang memenangkan Tanah Sriwedari sebagai milik ahli waris. Dalam Putusan Mahkamah Agung No:3249-K/Pdt/2012 disebutkan bahwa kepemilikan tanah Sriwedari tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) milik RMT Wirjodiningrat.

Sidang kali ini dengan agenda pembuktian penyerahan alat bukti bagi para pihak yang berperkara dan keterangan saksi ahli dari pihak pemkot sebagai pelawan. Sidang tersebut sekaligus sebagai sidang terakhir sebab 2 Juni 2021 sudah masuk kedalam tahap kesimpulan, kemudian akan dilanjutkan kembali pada tanggal 4 juni 2021 dengan sidang pembacaan putusan oleh majelis hakim.

Kuasa Hukum Ahli Waris, Anwar Rachman, SH mengaku optimis bahwa gugatan perlawanan pemkot Surakarta terhadap sita eksekusi pengadilan (derden verzet) akan ditolak, mengingat pihak pelawan terbukti tidak memiliki Legal-Standing/kedudukan hukum sebagai penggugat.

“Syarat bagi pihak yang mengajukan verzet harus pemilik lahan/ barang yang disengketakan, atau sebagai pihak ketiga tidak terlibat didalam sengketa tersebut dipengadilan yang merasa dirugikan akibat terbitnya suatu penetapan atau putusan pengadilan. Melainkan pihak Pelawan/Pemkot Surakarta ternyata sebagai tergugat utama dalam sengketa tanah Sriwedari sekaligus sebagai pihak termohon eksekusi. Jadi bukan pihak ketiga, melainkan termasuk para pihak. Sehingga upaya perlawanan/ verzet tersebut pasti ditolak oleh majelis hakim,” ujarnya.

Anwar menjelaskan bahwa yang namanya verzet tidak akan mempengaruhi ataupun dapat menunda terhadap pelaksanaan eksekusi, karena pada dasarnya eksekusi adalah melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehingga seluruh upaya hukum yang akan dilakukan pemkot sudah tertutup.

“Eksekusi adalah hajat negara melalui lembaga peradilan negara/pengadilan negeri, sehingga siapapun pihak yang akan melakukan perlawanan terhadap pelaksanaan eksekusi sama dengan melawan Negara. Nah, yang juga perlu dipahami oleh masyarakat Surakarta bahwa eksekusi tidak selalu identik dengan pembongkaran fisik, karena didalam amar putusan MA, tidak ada satupun perintah pembongkaran terhadap bangunan yang ada didalam lahan Sriwedari. Melainkan agar pihak tergugat/ pemkot Surakarta supaya menyerahkan tanah Sriwedari seluas 99.88.9 M2 dengan batasan-batasan ; timur Jalan Musium, barat : Jalan Bayangkara, utara : Jalan Slamet Riyadi dan selatan : Jalan Kebangkitan Nasional, beserta seluruh bangunan yang berdiri diatasnya kepada para penggugat/ahli waris. Kalau perlu dengan bantuan alat Negara,” tegas Anwar.

Dikatakan Anwar, bahwa yang sangat menarik bukan soal kepastisn hukum terhadap kepemilikan tanah Sriwedari lagi, tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana bisa, sebuah obyek & subyek sengketa yang sudah dibatalkan & dicabut melalui SK BPN Kanwil atas perintah pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kemudian oleh BPN diterbitkan kembali dengan obyek dan subyek/pemilik yang sama. Sementara SK BPN tersebut bertentangan dengan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dimana derajad hukumnya setara dengan Undang-Undang.

“Apakah dengan demikian produk hukum/ Sertifikat Hak Pakai tersebut harus dibatalkan atau batal demi hukum?. Atas dasar apa BPN berani menerbitkan sertifikat baru diatas tanah sengketa yang sudah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Ini kan aneh,” katanya.

Anwar menduga ada indikator yang kuat bahwa selama ini telah terjadi permufakatan jahat yang dilakukan antara pemkot/ walikota dengan oknum BPN sebagai mafia tanah. Sudah saatnya seluruh warga masyarakat mengerti bahwa ternyata mafia tanah dinegara kita ini masih ada dan mereka ternyata juga terdiri dari orang-orang dalam pemerintahan itu sendiri. (*/her)