SOLO — INFODESANEWS, Perkembangan teknologi dan informasi berimbas pada proses peradilan hukum di tanah air. Padahal, belum ada aturan tetap terkait proses persidangan yang diselenggarakan secara terbuka dan disiarkan secara langsung ke khalayak publik. “Sejauh ini, aturan yang berlaku hanya mengatur proses persidangan secara langsung dengan dihadiri secara fisik. Bukan secara live (disiarkan terbuka-red) ke khalayak masyarakat,” terang Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kota Solo, DR Suprapti SH, MH belum lama ini.
Menurutnya, perkembangan teknologi dan informasi saat ini tidak bisa dibatasi. Sehingga, perlu ada reformasi di bidang peradilan yang mana memberikan informasi kepada masyarakat luas. Namun, hal itu jangan diartikan kebebasan peradilan yang sebebas-bebasnya. Harus ada aturan yang mengatur, supaya melindungi kerahasiaan dari proses peradilan.
“Semisal, dalam proses peradilan dibatasi terkait dengan pemeriksaan saksi, saksi ahli, maupun hakim. Ini bertujuan, untuk menjaga originalitas dari keterangan saksi. Jika antar saksi dapat saling melihat keterangan satu dengan yang lain, maka originalitas dari keterangan saksi tersebut akan terpengaruh. Disisi lain, juga rahasia saksi juga perlu dilindungi. Itu sudah diatur dalam undang-undang terkait kerahasiaan saksi. Jika disebarkan secara luas, maka dapat mengancam keselamatan saksi maupun keluarga saksi tersebut,” jelas Suprapti.
Pihaknya mendukung keterbukaan sistem peradilan disiarkan secara luas ke masyarakat. Namun, ada kaidah-kaidah yang harus ditaati secara ketat yang diatur dalam peraturan secara khusus. “Untuk keterbukaan, boleh disiarkan secara langsung terkait dakwaan maupun putusan. Namun, untuk keterangan saksi mungkin dapat dirahasiakan,” jelasnya. Disinggung apakah peradilan terbuka dapat mengakibatkan dampak lain, menurut Suprapti, peradilan terbuka dengan disiarkan secara langsung melalui televisi dapat menimbulkan opini di masyarakat sebelum putusan hakim.
Hal ini dianggap membahayakan, lantaran proses persidangan sangatlah sakral dan hakim perlu mengambil keputusan berdasarkan fakta proses persidangan. Jika proses peradilan diterapkan secara terbuka dan disiarkan secara langsung, pihaknya berharap ada kode etik khusus saat pengambilan suasana proses peradilan. Baik dari sudut pandang hakim maupun peserta sidang. “Sejauh ini belum ada aturannya yang mengatur hal tersebut. Jika diterapkan, maka aturannya harus menyeluruh dan ditaati secara ketat,” katanya.
Dirinya juga mencontohkan, penyelenggaraan sidang secara langsung dan disiarkan secara luas dalam sidang kasus penistaan agama yang dialami Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan kasus Kopi sianida dengan terdakwa, Jessica Wongso.
Menurutnya, dalam kasus persidangan “Kopi Sianida” disiarkan secara luas tanpa ada batasan. Sedangkan, sidang Ahok dibatasi. Hal ini, mampu menimbulkan persepsi publik dan tanda tanya besar yang timbul di benak masyarakat. “Karena aturannya yang mengatur itu (persidangan terbuka dengan disiarkan secara publik-red) belum ada. Sehingga, terjadilah perbedaan-perbedaan. Disatu sisi disiarkan secara luas dan disisi lain dibatasi. Ini dapat menimbulkan pertanyaan besar di benak masyarakat luas,” ungkap Suprapti.
Dirinya berharap, aturan khusus yang mengatur terkait persidangan terbuka dengan disiarkan secara langsung dapat segera dibuat. Sehingga, jika dilaksanakan tidak menimbulkan perbedaan dalam penyelenggaraannya. (her)