WONOGIRI – INFODESANEWS, Banyaknya bahan cerita rakyat di Kabupaten Wonogiri menarik minat seorang penulis yang tinggal di Slogohimo Wonogiri, bernama Kun Prastowo. Mantan aktivis pers mahasiswa Pabelan UMS itu menggeluti penulisan cerita rakyat sejak 2017 lalu, dan memulai ndhudhah cerita rakyat dari Kecamatan Slogohimo.
“Tahun 2017 bersamaan dengan gelaran Festival Jati Donoloyo, bersama Parpal Poerwanto, saya mulai menulis icon cerita rakyat Kecamatan Slogohimo yaitu cerita legenda Alas Danalaya dengan judul Cempurung. Buku itu menceritakan perjalanan Ki Ageng Danalaya dalam upaya menanam pohon jati hingga menjadi Alas Danalaya. Cerita bertutur yang ada di Kecamatan Slogohimo itu saya dokumentasikan menjadi buku. Berikutnya menjadi kecanduan nulis,” ujar Kun Prastowo.
Setelah berkutat hampir tiga tahun, kini siap diluncurkan empat (4) judul buku cerita rakyat di Kecamatan Slogohimo. Tinggal menunggu ISBN dan selanjutnya akan dicetak dan disirkulasikan sesuai pesanan.
Empat judul buku cerita-cerita rakyat Kecamatan Slogohimo tersebut, diantaranya berjudul Watusomo, terdiri dari cerita rakyat Desa Sokoboyo, Pandan, Alas Danalaya dan Watusomo.
Buku kedua berjudul Umbul Naga (Karang Lor Manyaran, Made dan Tunggur). Buku ketiga berjudul Samparmega (Karang, Gunan, Setren dan Slogohimo). Dan buku terakhir yang akan segera terbit berjudul Sendang Rau (Randusari, Bulusari dan Waru).
Rencana akan terbitnya buku tersebut berkat kerjasama antara Komunitas Sastra Giri Kawedhar (KSGK) dengan Motivi sebuah portal yang dikelola guru-guru Kecamatan Slogohimo.
“Beberapa cerita rakyat diantaranya Desa Sedayu, Sambirejo, Padarangin dan Klunggen sedang dalam proses penulisan, semoga nanti juga bisa terbit. Impian saya; 251 Desa se Kabupaten Wonogiri dapat terdokumentasikan melalui jaringan yang kita miliki baik dari KSGK maupun dari Wonogiri Writer,” papar Kun Prastowo, ketika dijumpai di kediamannya Desa Slogohimo Kecamatan Slogohimo.
“Upaya ndhudhah cerita rakyat tiap-tiap Desa akan memberi warna bagi kearifan lokal yang dapat ditampilkan di sistem informasi desa (SID) hingga dikemas menjadi tampilan seni tradisi. Khasanah inilah sebenarnya yang menjadi warna asli keindonesiaan. Dengan mendokumentasikan cerita rakyat diharapkan akan turut menjaga karakter asli masing-masing wilayah,” urai Parpal Poerwanto, Ketua Komunitas Sastra Giri Kawedhar (KSGK).
Sementara, Purwanto (guru), pengelola Motivi merasa tertarik untuk turut mewujudjan tampilnya buku cerita rakyat karena kepedulian akan materi pembelajaran tentang muatan lokal yang tergolong masih sangat terbatas. “Kedepan, kita akan memperluas jaringan dan menggandeng berbagai pihak agar turut peduli dengan muatan lokal yang sejatinya tidak kalah hebat dengan tawaran budaya kekinian,” tutup Purwanto.
Disamping buku cerita rakyat, Kun Prastowo bersama Parpal Poerwanto tengah mempersiapkan terbitnya buku trilogi Tembang Tanah Pusaka. Cerita fiksi berlatar belakang kraton Yogyakarta; sejak Pangeran Mangkubumi remaja hingga berdirinya kraton Yogyakarta. Trilogi itu terdiri dari judul: Ringin Pamrih, Bedah Kartasura dan Ambar Ketawang. (Herky/Kp/*)