PEMATANG SIANTAR,INFODESANEWS – Dalam kurun waktu dua tahun yakni dari 2018 hingga akhir 2019, Kota Pematang Siantar sudah berada dalam Zona Merah Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Angka peningkatan terkonfirmasi ini sudah terlihat dimana di tahun 2018 dilaporkan ditemukan 45 kasus sedangkan ditahun 2019 dilaporkan 67 kasus sementara dalam kurun waktu Januari-Mei 2020 termasuk dalam periode “stay at home” untuk menghadapi pandemi Covid 19, berdampak ditemukannya 12 kasus kekerasan terhadap anak, Jumat (12/06/20).
Dalam perkara-perkara kejahatan seksual yang dilaporkan, telah dan telah pula Komnas Perlindungan Anak ikut hadir menangani peristiwa-peristiwa kejahatan seksual terhadap anak di Siantar melalui pendampingan kasus dan kordinasi dengan para penegak hukum, Polisi Jaksa, dan Hakim namun belum membuah hasil penegakan hukum yang adil dan membuat efek jerah dan faktanya belum bisa pula menggeser Siantar dari Zona Kekerasan Seksual terhadap Anak ke Zona Siantar Ramah dan bersahabat dengan Anak.
Sekalipun Kejahatan Seksual Terhadap Anak sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Undang-undang sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary ctime) dengan menetapkan hukuman sangat luar biasa yakni sampai hukuman seumur hidup kebiri bahkan hukuman mati.
Tetapi fakta menunjukkan bahwa penegakan hukum atas kejahatan luar biasa ini dan kepedulian pemerintah kota Siantar dan jajarannya harus diakui masih sangat lemah.
“Saya tidak bisa membayangkan bahwa ada beberapa kasus kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi di Kota ini, hakim justru membebaskan predator Kejahatam Seksual terhadap anak hanya karena kurang bukti”,
“Padahal Hakim dan para penegak hukum tau persis dan memahami betul bahwa kejahatan seksual adalah kejahatan yang tersembunyi dan sulit untuk menemukan saksi yang mengetahui dan melihat, dengan demikian hakim sesumgguhnya harus mempertimbangka dan mengedepan hati nurani dan sensitif terhadap anak dalam memutus perkara kejahatan seksual yang terjadi terhadap anak”, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan rilisnya kepada sejumlah media melalui WhatsUpnya Jumat 22/06 dalam menanggapi Siantar Zona Merah Darurat Kekerasan seksual terhadap anak.
Lebih lanjut Arist Merdeka putra Siantar yang peduli dengan keberadaan masa depan anak-anak Siantar menegaskan bahwa Siantar berada dalanlm area Zona Merah Darurat Kekerasan Seksual karena masyarakat masih menganggap anak adalah urusan rumah tangga yang tidak boleh dicampuri atau diurus dan diintervensi oleh orang lain.
Padahal fakta menunjukkan 58 persen pelaku kekerasan seksual terhadap anak justru yang terjadi justru dilakukan oleh orang terdekat anak, seperti orangtua kandung dan non biologis, kakak kandung dan atau tiri, guru, paman, dan kerabat keluarga terdekat lainnya.
Disamping itu, para penegak hukum dan para pengambil keputusan atau pemangku kepentingan di Siantar juga belum sensitif dengan anak.
Masih banyak kasus dibiarkan diselesaikan atau ditangani melalui pendekat damai atau adat yang ujungnya melecehkan dan merendahkan martabat anak.
Kelemahan lain juga, belum adanya inisiatif dari pemerimtah dan Anggota Dewan (DPRD) untuk melahirkan Peraturan Daerah (PERDA) tentang perlindungan anak yang implementatif di Kota ini untuk mengatur tanggungjawab dan peran masyarakat, keluarga, tokoh masyarakat, adat dan maupun alim ulama dan mengatur tentang keberadaan Lembaga Perlindungan Anak sebagai peran serta masyarakat untuk menjaga dan melindungi anak.
Untuk itulah, dalam kerangka melindungi dan menjaga anak dari kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak, dan untuk menggeser posisi Siantar dari Zona Merah Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Anak ke Zona aman serta untuk memutusv mata rantai kekerasan terhadap anak, selain komitmen penegakan hukum yang berkeadilan serta menempatkan Kasus Kejahatan seksual sebagai kejahatan luar biasa, sudah saatnyalah di seluruh wilayah kota Siantar berdasarkan mekanisme PerDa Perlindungan Anak yang disiapkan mengatur disetiap Kelurahan, RT dan RW perlu dibangun gerakan Perlindungan Anak berbasis peran serta masyarakat yakni gerakan “SISADA ANAK SISADA BORU” dengan menggunakan strategi pendekaran “Menjaga Anak dan melindungi Anak harus dilakukan oleh masyarakat Sekampung atau Sahuta”.
Untuk percepatan penanganan kasus kejahatan anak di Siantar, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga independen di bidang Perlindungan Anak yang diberikan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan pembelaan penghormatan dan Perlindungan Anak Indonesia, melalui mekanisme yang ada dengan segera akan menyurati Walikota Siantar, Kapolres Siantar, Kajari dan Ketua Pengadilan Negeri sebagai aparatus penegak hukum serta tokoh-tokoh masyarakat dan pers untuk bahu membahu melakukan aksi nyata agar anak-anak di Siantar terlindungi secara maksimal dari segala bentuk eksploitasi, serangan kekerasan, penganiayaan, penyiksaan, pengabaian da penelantaran anak dan diskriminasi.(@gus)