Semarang, Infodesanews.com – Sepanjang 2017, setidaknya 2.452 bencana terjadi di Jawa Tengah, dengan 61 korban jiwa dan kerugian lebih dari Rp 43 miliar. Kendati begitu, pascabencana masyarakat tetap berupaya bangkit.
“Pada tahun 2017 ini, kita diberi bantuan kurang lebih dari dana tak terduga itu Rp 975 juta. Untuk tanah longsor di Kabupaten Tegal Rp 260 juta, banjir bandang di Kendal Rp 135 juta, Kabupaten Magelang Rp 470 juta dan Temanggung Rp 110 juta, coba kita distribusikan. Banyak filantropis dan CSR yang membantu,” terang Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP saat menjadi narasumber pada program dialog Gubernur di Radio bertajuk “Bangkit Pascabencana” di Studio Mini Kantor Gubernur, Selasa (2/1).
Orang nomor satu di Jawa Tengah itu menjelaskan,menyinggung persoalan warganya yang penyandang disabilitas.
Ganjar terkagung- kagung pula semagat dengan antusias untuk berlatih penanggulangan bencana sebagai wujud antisipasi. Awalnya, mantan anggota DPR RI itu sempat khawatir, apakah latihan penanggulangan bencana dapat membahayakan kondisi mereka.
“Penyandang disabilitas saja bersemangat untuk ikut latihan penanggulangan bencana dan itu terjadi di Jawa Tengah. Apa itu tidak bahaya? Ternyata di pikiran mereka tidak. Kami bisa, kami tidak perlu dikasihani. Kami hanya perlu diberikan ruang, diberikan kesempatan untuk mengukur sesuai dengan kapasitas masing-masing. Kalau mereka bisa membantu komunikasi itu sangat bagus,” bebernya.
Ganjar menambahkan, peran penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana begitu penting. Mereka dapat membantu memberi sinyal bencana dengan menggunakan kode-kode yang dipahami sesama penyandang disabilitas.
“Kalau yang tunarungu dikasih sinyal suara lalu untuk apa? Kalau mereka yang tunanetra dikasih sinyal visual juga tidak bisa. Maka yang tunarungu bisa dikasih sinyal visual atau kode-kode yang mereka bisa pahami, dan peran mereka (penyandang disabilitas) menjadi penting,” tambahnya.
Melalui dialog tersebut, Ganjar mengimbau agar masyarakat Jawa Tengah yang tinggal di daerah rawan bencana menerapkan ilmu titen agar mereka memahami gejala-gejala awal bencana yang bisa muncul kapan saja.
“Sebenarnya kita perlu niteni bencananya dulu agar tidak terkena bencana. Kalau kita tinggal di lereng gunung kemudian jalan di pinggir hutan ada rekahan-rekahan yang mengeluarkan air keruh kita perlu waspada. Itu ciri-ciri awal terjadinya longsor,” pungkasnya.( Ar/Humas Jateng)