SOLO-INFODESANEWS.COM, Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) diperbolehkannya kampanye pada instansi pendidikan. Berdasarkan hal itu, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tetap terbuka dengan dialog antar Bakal Calon Presiden (Bacapres).
Pemilihan Umum (Pemilu) tinggal terhitung bulan lagi, media sosial ramai riuh dengan perdebatan bacapres mana yang patut dan pantas memimpin Indonesia dalam lima tahun kedepan. Tak luput masing-masing bacapres sudah mengeluarkan janji-janjinya di beberapa media.
Ditambah dengan keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan kampanye di instansi pendidikan. Hal ini memunculkan berbagai kontroversi.
Abdul Mu’ti Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait diperbolehkannya kampanye di fasilitas pendidikan dengan beberapa syarat. Mu’ti menjelaskan bahwa Muhammadiyah tidak memperbolehkan kampusnya dijadikan tempat kampanye.
“Walaupun diperbolehkan, lembaga pendidikan Muhammadiyah akan sangat berhati-hati bahkan mungkin tidak memberikan izin kampanye di kampus,” jelasnya.
Diantara syarat tersebut, salah satunya yakni persetujuan dari pihak perguruan tinggi dan para calon tidak menggunakan atribut politik. Berdasarkan hal itu, Infodesanews Perwakilan Surakarta berusaha mewawancarai Wakil Rektor (WR) I UMS, Harun Joko Prayitno untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Harun menjelaskan bahwa Muhammadiyah memiliki prinsip menjaga jarak yang sama dekat dengan partai politik. Hal ini menegaskan bahwa Muhammadiyah bukannya anti politik, namun hanya menjaga jarak. Dalam hal ini Muhammadiyah tidak menjadikan politik sebagai satu-satunya alat untuk melakukan pergerakannya atau politik praktis.
“Prinsipnya Muhammadiyah menjaga jarak yang sama dekat dengan partai politik,” kata Harun, belum lama ini.
Ia juga menjelaskan bahwa Muhammadiyah memang melarang kampanye di perguruan tinggi Muhammadiyah. Hal itu ditakutkan akan menimbulkan konflik internal universitas, sehingga mengganggu tugas utama instansi pendidikan yaitu melakukan kegiatan akademik. Instansi pendidikan seharusnya hanya menjadi wahana untuk melakukan dialog antar bacapres.
Menurutnya, boleh saja jika UMS mendatangkan ketiga bacapres jika bertujuan untuk diskusi, karena menurutnya jika dihadiri oleh tiga bacapres bukanlah suatu kampanye.
“Kampus itu adalah wahana untuk melakukan diskusi dan dialog, bukan kampanye, kalau diundang bertiga sekaligus kan itu bisa adu gagasan. Kalau sendiri gak ada lawan itu baru kampanye” tegasnya.
Dilain kesempatan lain media ini juga mewawancarai Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pimpinan Komisariat Hj. Nuriyah Shabran, Anas Asy’ari Nashuha. Ia menjelaskan bahwa dirinya sejalan dengan pendapat yang menolak praktik kampanye di kampus. Menurutnya keputusan ini kurang bijak, selain itu belum ada aturan jelas dan batasan terkait kampanye di kampus.
Lanjutnya, Anas menyatakan kampus menurutnya adalah tempat untuk berdialog dan berdiskusi. Baginya, dalam melakukan dialog, harus disertai undangan yang resmi dari universitas, bukan dari tim sukses (timses) salah satu paslon yang menggunakan fasilitas kampus.
“Dari Pimpinan Pusat (Muhammadiyah-Red) belum tegas, kalau dilarang ya dilarang, kalau diperbolehkan ya diperbolehkan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tepat,” tutupnya. (RedSlo)