SOLO – INFODESANEWS.COM, Sejarah berdirinya SAR Juba Surakarta berawal dari majelis zikir yang dibentuk oleh KH. Muhammad Naharussurur pada tahun 2000-an. Karena beliau diberikan mandat oleh Almarhum ayahnya (KH. Naharussurur bin Syafi’i) dan guru tarekat syadziliyah (KH. Soeratmo Muhammad Idris) supaya meneruskan dakwah mereka dan membuat sebuah majelis zikir di tempat beliau. KH. Muhammad Ali Naharussurur telah memiliki bekal ilmu yang diajarkan oleh kakek, ayah, dan guru-guru beliau untuk menerapkan zikir tarekat syadziliyah.
Seiring berjalannya waktu, jamaah KH. Muhammad Ali Naharussurur semakin bertambah, mereka berasal dari kalangan pengangguran bahkan para preman yang ingin bertobat. Hampir setiap hari di tempat tersebut menjadi kumpulan orang-orang yang pernah dimuliakan oleh Allah di jalanan.
Pada akhirnya tempat tersebut kerap dijadikan Basecamp atau tempat berkumpul untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif. Mulai dari satu orang yang bergabung, menjadi beberapa orang yang bergabung, hingga berkumpul semakin banyak orang yang ikut mengaji dan zikir. Hingga akhirnya KH. Muhammad Ali Naharussurur berinisiatif mengembangkan majelis bersama orang-orang yang bersedia meng-khidmat-kan dirinya supaya bermanfaat bagi masyarakat. Maka dari itu, beliau membuat tim SAR.
dengan nama SAR Juba Surakarta yang dibentuk pada 26 Februari 2007 dan bertempat di Basecamp SAR Juba Surakarta terletak berdampingan dengan Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta yang didirikan oleh ayahnya, Alm. KH. Naharussurur.
Dari catatan media bahwa alasan dibentuknya tim SAR itu agar para jamaah bisa masuk ke semua lapisan masyarakat, agama, dan lain sebagainya. Anggota tim merupakan jamaah majelis zikir pada awalnya yang ikut mengaji bersama KH. Muhammad Ali Naharussurur yang berjumlah ratusan orang dan berasal dari berbagai latar belakang. Mereka adalah orang-orang yang dulunya pernah dimuliakan oleh Allah di jalanan, maka dengan adanya tim SAR Juba Surakarta mereka ingin hidupnya menjadi bermanfaat.
Menurut KH. Muhammad Ali Naharussurur, SAR diartikan sebagai Search and Rescue, yakni pencarian dan penyelamatan. Sedangkan “Juba” merupakan singkatan dari baju baru. Adapun maksud dari “Juba” yang diambil dari bahasa Arab, yakni ambillah atau tolonglah. Filosofinya adalah bahwa di masa lampau jiwa dan raga seseorang masih terbungkus oleh “baju” kemaksiatan. Lalu di masa sekarang telah berganti dengan “baju” yang baru yakni sebuah ketaatan kepada Allah SWT. Selain itu, dapat dimaknai juga sebagai wadah untuk memberikan pertolongan dari musibah atau bencana berupa fisik maupun non-fisik.
Eksistensi SAR Juba sejatinya mengingatkan kita pada maraknya komunitas hijrah di Surakarta beberapa tahun belakangan. Kita mencatat beberapa komunitas hijrah di Solo, misalnya Yuk Ngaji Solo, Jaga Sesama, Expresso dan lain-lain. Komunitas hijrah identik dengan kegiatan dakwah yang dibalut dengan kultur anak muda.
Adapun kegiatan rutin yang dilakukan di SAR Juba Surakarta adalah Manaqiban. Manaqiban merupakan pengajian rutin atau biasa yang mereka sebut manaqib diadakan setiap malam Senin di Basecamp SAR Juba Surakarta bertujuan untuk mengenang sejarah para Wali Allah, termasuk akhlak terpuji, nasihat dan perilaku yang dapat dijadikan suri tauladan bagi para jamaahnya. Dalam pembacaan manaqib ini dipimpin oleh KH. Muhammad Ali Naharussurur, sementara para jamaah mendengarkan dengan khusyu’ dan sesekali mengikuti setiap kalimat yang diucapkan oleh pemimpin bacaan. (*/red slo)